Lingkaran
kamu lemah, kamu merasa rendah, lumpuh, bodoh dan tercekam oleh hidup yang terhampar, kamu berlindung dibalik label "korban", kamu membenci persembunyianmu, kamu benci lakon-lakon "korban"mu yang payah, kamu lingkaran setan ketidakberdayaan, ketakutan dan berontak dari caci dirimu yang terbentur bentur karang.
kamu Jatuh tersedu, bukan karena nyeri atau memar, tetapi karena kalah dan ketidakberdayaan lebih menyakitkan dan menyedihkan daripada sakit atau kesedihan.
Lemah yang lalu menjinak menjadi serupa dengan lemah itu sendiri. jerit-jerit ketidakberdayaan, keputus asaan, keinginan lari lagi. kemampuanmu mengenali kelemahanmu namun ketidakmampuanmu atau ketakutan-ketakutanmu yang mengganjalmu untuk memecahkan kebuntuan lemah itu.
kamu berpikir dirimu rendah, kamu membenci dirimu karena ia rendah, karena ia cengeng, karena ia naif, karena ia patah, penyerah, karena ia tak punya daya, karena ia tak cerdik, karena ia pun tak sabar dan ia tak mau menerima lingkar kekalahan. karena ia bukan siapa dan merasa bukan bahkan apa pun. Kamu benci dirimu, ia yang selalu marah, ia yang selalu marah sendirian, ia yang terasa ganjil untuk nyaman di dalam tubuhmu, ia yang terlalu lemah untuk lolos dari dirimu. ia adalah lemah dan ia adalah amarah. lemah yang menyulut amarah.
amarah yang membara karena puncak ketidakberdayaan bisa meletus seperti magma. amarah yang berkobar begitu gigih. kobar yang menjilat-jilat gerah, amarah melahap dirimu, mematahkanmu, menghanguskanmu.
Lalu sesaat kamu mengira barangkali ia tak selemah yang kau tahu...
walau api yang dinyalakan amarahnya hanyalah sebesar nyala sebatang korek api, karena sungguh, kamu kecil, kamu lemah, kamu merasa rendah, lumpuh, bodoh dan tercekam oleh berbagai hidup yang terhampar. Kamu berlindung dibalik label "korban", kamu benci persembunyianmu, kamu benci lakon-lakon "korban"mu yang payah...
kamu Jatuh tersedu, bukan karena nyeri atau memar, tetapi karena kalah dan ketidakberdayaan lebih menyakitkan dan menyedihkan daripada sakit atau kesedihan.
Lemah yang lalu menjinak menjadi serupa dengan lemah itu sendiri. jerit-jerit ketidakberdayaan, keputus asaan, keinginan lari lagi. kemampuanmu mengenali kelemahanmu namun ketidakmampuanmu atau ketakutan-ketakutanmu yang mengganjalmu untuk memecahkan kebuntuan lemah itu.
kamu berpikir dirimu rendah, kamu membenci dirimu karena ia rendah, karena ia cengeng, karena ia naif, karena ia patah, penyerah, karena ia tak punya daya, karena ia tak cerdik, karena ia pun tak sabar dan ia tak mau menerima lingkar kekalahan. karena ia bukan siapa dan merasa bukan bahkan apa pun. Kamu benci dirimu, ia yang selalu marah, ia yang selalu marah sendirian, ia yang terasa ganjil untuk nyaman di dalam tubuhmu, ia yang terlalu lemah untuk lolos dari dirimu. ia adalah lemah dan ia adalah amarah. lemah yang menyulut amarah.
amarah yang membara karena puncak ketidakberdayaan bisa meletus seperti magma. amarah yang berkobar begitu gigih. kobar yang menjilat-jilat gerah, amarah melahap dirimu, mematahkanmu, menghanguskanmu.
Lalu sesaat kamu mengira barangkali ia tak selemah yang kau tahu...
walau api yang dinyalakan amarahnya hanyalah sebesar nyala sebatang korek api, karena sungguh, kamu kecil, kamu lemah, kamu merasa rendah, lumpuh, bodoh dan tercekam oleh berbagai hidup yang terhampar. Kamu berlindung dibalik label "korban", kamu benci persembunyianmu, kamu benci lakon-lakon "korban"mu yang payah...