New York
Ini hidup dalam lagu asing
yang pernah kita nyanyikan sekali masa tanpa peduli maknanya
“menghitung mobil pada New Jersey Turnpike..
aku datang tak mencari Amerika..”
di kereta-kereta negri ini kita hanya bisa percaya pada peta
Rel-rel kereta tak bisa kau hitung simpangannya lewat jendela
malam ini aku tak membaca
angin dingin memboroskan baterai gawai
meniriskan tenaga
meloloskan semacam entah yang liar
aku pejamkan mata di perjalanan ke utara
membangun dinding dari wajah wajah lelah pekerja
dari warna-warna gelap jaket gembung yang tak kebagian sandar
bukan tertidur hanya mengasingkan diri.
asing dan aman.
Tadi ada sebingkai puisi di kereta menuju barat dari union square
membelah arus kesadaran penuh angin dingin dan kata kerja
barangkali puisi itu yang memanggilmu
di dalam pejam waktu sekonyong ku duduk bersama aku
aku yang menyerupai dirimu.
dirimu yang tak bersandar di bangku, bertumpu pada lenganmu
Tak kusampaikan perasaanku. tak perlu.
kita sudah lega bersyukur kebagian tempat duduk
perasaan tak sungguh bertuan walau aku kerap keliru
mengira rasa itu aku, dan terjerat memaknai selalu
keseharian gegap sarat dengan rasa
tanpa harus ada yang disampai-sampaikan atau dicerita
Kita berbincang namun aku tak mendengar kita.
Aku mengerti mengapa kau duduk bersamaku
Karena aku berdamai denganku dan melepaskan diriku yang pergi sebagai dirimu
kelegaan atau kesedihan yang kubawa tak perlu dikemasi
tak pernah ku cerna namun kukira sudah kumengerti
aku menghela maaf panjang
tidak bermaksud lari atau mengingkari
aku tak ingin singgah.
Tak ada kemewahan untuk singgah
Kereta bukan kebebasan walau orang bisa menumpang untuk menuju entah
entah yang penuh harap kemungkinan
barangkali kebebasan
kereta tak pernah terpisah dari relnya,
dan stasiun-stasiun setia dikunjunginya
ia melaju karena untuk melaju ia direka
laju yang gelap digariskan tak lepas ke mana.
Hidup terlalu panjang juga pendek untuk maaf yang berulang.
Aku sudah berhenti dari sebuah pekerjaan
pekerjaan meminta maaf karena menjadi apapun yang pernah dan tidak pernah
pada hidup atau pada harapan kerumunan banyak 'diri'
pada hidup atau pada harapan kerumunan banyak 'diri'
sejak itu pekerjaan demi pekerjaan melamar lowonganku
dan aku menerima hidup untuk bekerja buatku.
hingga hidup demi hidup berserikat menuntutku