memoar orang asing
Aku pernah meminta seseorang agar ia jangan menjadi asing. Di permintaan itu harapan terakhir berkibar di tepi harap yang sekarat. Keniscayaan bahwa sesuatu akan hilang dan seseorang karib yang hangat di hati tengah berjalan menuju beku seorang asing.
Bahwa kekariban atau kedekatan di suatu kali tidak pernah sungguh ada.
Bahwa kedekatan dan kekariban itu sama-sama kami reka untuk tujuan atau agenda yang kini telah kadaluwarsa.
jangan menjadi asing.. justru mengukuhkan suatu kehilangan yang niscaya.
walau permintaan itu seperti upaya memeluk punggungnya agar ia tak tergesa bergerak dalam keniscayaan itu.
Orang asing adalah kematian. kematian arti, kematian signifikansi. Kembali jadi semua yang asing di kerumunan, menyesakkan. Kita terbiasa menceritakan hal-hal penting dan tak penting pada orang yang terpenting, sementara kepada orang yang tak penting tak ada cerita, hanya senyum kala papasan jalan, itu pun jika hati kita tengah sejuk dan mungkin kurang kerjaan. orang asing tak sungguh ada atau bernama, tak ada yang ingin kausapa, atau kau balas lagi pesan pendeknya. Semua pesan pendek paling karib atau paling lucu sekalipun selalu salah alamat karena kita tak mengenal lagi pengirimnya.
Kematian berkali-kali untuk hidup sekali.
Dalam kekariban yang lenyap dalam orang yang kembali asing kita menghadapi kematian-kematian itu. Lalu kita terjebak lari pada sejenis doa untuk mengiring yang hidup dan kehilangan bukan untuk yang mati dan hilang lalu harapan terakhir untuk dikibar,
"jangan menjadi asing" bunyinya dan ia pun berjanji untuk tidak mati, walau kita tak tahu apa yang dijanjikan seperti kita tidak tahu sekali waktu kita pernah hidup dalam hangat karib yang berusia pendek namun jaya. Harapan kita sekarat justru ketika janji dikibar. Barangkali ia tahu, permintaan sia-siaku melawan keniscayaan, niscaya dijawab pula dengan janji yang sia-sia. Setelah ia dan harapku mati, arwah kita terbang ke dunia orang asing. Tak lagi mengenal atau mengingat hidup hangat kami yang sejenak, walau aku kadang samar dan masih menyapanya ketika berpapasan.
Bahwa kekariban atau kedekatan di suatu kali tidak pernah sungguh ada.
Bahwa kedekatan dan kekariban itu sama-sama kami reka untuk tujuan atau agenda yang kini telah kadaluwarsa.
jangan menjadi asing.. justru mengukuhkan suatu kehilangan yang niscaya.
walau permintaan itu seperti upaya memeluk punggungnya agar ia tak tergesa bergerak dalam keniscayaan itu.
Orang asing adalah kematian. kematian arti, kematian signifikansi. Kembali jadi semua yang asing di kerumunan, menyesakkan. Kita terbiasa menceritakan hal-hal penting dan tak penting pada orang yang terpenting, sementara kepada orang yang tak penting tak ada cerita, hanya senyum kala papasan jalan, itu pun jika hati kita tengah sejuk dan mungkin kurang kerjaan. orang asing tak sungguh ada atau bernama, tak ada yang ingin kausapa, atau kau balas lagi pesan pendeknya. Semua pesan pendek paling karib atau paling lucu sekalipun selalu salah alamat karena kita tak mengenal lagi pengirimnya.
Kematian berkali-kali untuk hidup sekali.
Dalam kekariban yang lenyap dalam orang yang kembali asing kita menghadapi kematian-kematian itu. Lalu kita terjebak lari pada sejenis doa untuk mengiring yang hidup dan kehilangan bukan untuk yang mati dan hilang lalu harapan terakhir untuk dikibar,
"jangan menjadi asing" bunyinya dan ia pun berjanji untuk tidak mati, walau kita tak tahu apa yang dijanjikan seperti kita tidak tahu sekali waktu kita pernah hidup dalam hangat karib yang berusia pendek namun jaya. Harapan kita sekarat justru ketika janji dikibar. Barangkali ia tahu, permintaan sia-siaku melawan keniscayaan, niscaya dijawab pula dengan janji yang sia-sia. Setelah ia dan harapku mati, arwah kita terbang ke dunia orang asing. Tak lagi mengenal atau mengingat hidup hangat kami yang sejenak, walau aku kadang samar dan masih menyapanya ketika berpapasan.