Hal Terburuk Bernama, Jujur
Kadang hal terburuk yang bisa dilakukan seseorang di sebuah pagi adalah kehilangan nyali. Nyali untuk mengatakan dengan jujur: aku tak tertarik lagi padamu, atau kamu tak seksi lagi, atau dirimu menjemukan sekali, Jangan memujaku seperti itu, aku tidak menginginkanmu lagi, aku malas berurusan denganmu atau maknamu sudah runtuh buatku. Tapi mungkin jangan pergi dulu. Suatu ketika kelak ketika aku kesepian mungkin aku membutuhkanmu lagi.
Menyakiti orang lain adalah pekerjaan kotor. Kita seringkali memilih untuk melakukan hal yang lebih buruk, berbohong dan membiarkan siapapun yang kepadanya kita berhutang kejujuran itu mempercayai delusi fantasi yang kita buatkan khusus untuknya demi menyelamatkan kita dari pekerjaan kotor. Kebohongan mungkin hanya lebih kotor dan mengerikan jika itu terkuak. Tapi kitakan selalu mengubur comberannya di bawah fantasi rekaan manis yang dungu itu. Khusus buatnya.
Apa yang biasa kita lakukan untuk menyampaikan kejujuran yang menyakitkan? hal-hal sederhana yang buruk sehingga memikirkan bahwa kita bisa merasakannya saja kita merasa berdosa apalagi mengatakannya dengan gamblang. Bahkan ketika orang tersebut telah bisa menebaknya kita bahkan masih menghindar dari mengakuinya, membayangkan kita mengakuinya terasa puluhan kali lebih buruk dari hutang kejujuran yang sudah ditagihkan oleh orang yang bisa menebak pikiran kita. Siapakah kita mengatakan hal-hal buruk kepada orang yang memuja kita sementara kita yang terhormat dan mulia ini tak lepas dari hal-hal buruk. Bukankah menyampaikan kejujuran yang buruk terasa begitu kotor dan demikian jijiknya kita pasti masih berpaling menghindar bahkan ketika semua bukti sudah tergelontorkan. Bersembunyi dalam bicara pernyataan-pernyataan abstrak, atau bicara dalam pernyataan umum yang ambang, serta terbuka pada pemaknaan. Kita lari bahkan ketika tak ada lagi tempat untuk lari. Berusaha melempar kejujuran itu ke penanya atau membaliknya agar kita tak perlu mengakuinya.
Sering kita biarkan orang terbenam dalam delusi dan fantasi selama itu mengamankan kita dari bicara kejujuran yang bisa membuat kita merasa kotor atau semata kita malas menanggung akibat buruk yang panjang dari kejujuran kita hingga kita memilih kebohongan yang mudah. Kita tak mau melihat orang menangis atau terpukul, kita tak mau bertanggung jawab atas pilihan kita atas mereka. Mereka juga tak ingin disakiti, demikian argumen untuk pembenaran diri kita menyembunyikan kejujuran itu. Atau bisa juga kita masih punya agenda. Jika kita baik baik memelihara perasaan orang yang tak terlalu berarti ini siapa tahu dia akan masih ada ketika kita membutuhkannya lagi kelak.
Saya memilih kejujuran pada menu pagi itu, walau tidak ada kejujuran ditawarkan. Kejujuran itu bisa saja bilang saya membuat orang yang saya cintai muak. Tetapi kemuakan lebih murah hati dari fantasi asing yang dibangun atas comberan. Kami tak perlu diselamatkan dari sakit hati dengan fantasi. Karena kami sama manusia. Saya tidak lebih tinggi sehingga saya melindungi atau memilihkan yang terbaik, saya juga tidak lebih rendah sehingga dilindungi dengan fantasi asing dan disterilkan dari horor diri sendiri. Demikian pula saya mungkin hanya akan menciptakan delusi di benak orang untuk niat mencelakakan, bukan untuk melindungi karena saya tidak hendak mengasihani juga merendahkan. Saya juga akan menyampaikan kejujuran yang buruk kami sama layak menerima kejujuran. yang baik ataupun yang buruk. Sakit atau tidak sakit tak pernah jadi masalahnya. Kejujuran melempar kita ke kesadaran-kesadaran lapis termutakhir dan mengubah jalan. Apalagi yang paling menyakitkan. Sebuah maaf baru sempurna jika kita tahu hal terngeri apa yang kita terima dalam nama maaf itu. Maaf untuk diri sendiri.
Menyakiti orang lain adalah pekerjaan kotor. Kita seringkali memilih untuk melakukan hal yang lebih buruk, berbohong dan membiarkan siapapun yang kepadanya kita berhutang kejujuran itu mempercayai delusi fantasi yang kita buatkan khusus untuknya demi menyelamatkan kita dari pekerjaan kotor. Kebohongan mungkin hanya lebih kotor dan mengerikan jika itu terkuak. Tapi kitakan selalu mengubur comberannya di bawah fantasi rekaan manis yang dungu itu. Khusus buatnya.
Apa yang biasa kita lakukan untuk menyampaikan kejujuran yang menyakitkan? hal-hal sederhana yang buruk sehingga memikirkan bahwa kita bisa merasakannya saja kita merasa berdosa apalagi mengatakannya dengan gamblang. Bahkan ketika orang tersebut telah bisa menebaknya kita bahkan masih menghindar dari mengakuinya, membayangkan kita mengakuinya terasa puluhan kali lebih buruk dari hutang kejujuran yang sudah ditagihkan oleh orang yang bisa menebak pikiran kita. Siapakah kita mengatakan hal-hal buruk kepada orang yang memuja kita sementara kita yang terhormat dan mulia ini tak lepas dari hal-hal buruk. Bukankah menyampaikan kejujuran yang buruk terasa begitu kotor dan demikian jijiknya kita pasti masih berpaling menghindar bahkan ketika semua bukti sudah tergelontorkan. Bersembunyi dalam bicara pernyataan-pernyataan abstrak, atau bicara dalam pernyataan umum yang ambang, serta terbuka pada pemaknaan. Kita lari bahkan ketika tak ada lagi tempat untuk lari. Berusaha melempar kejujuran itu ke penanya atau membaliknya agar kita tak perlu mengakuinya.
Sering kita biarkan orang terbenam dalam delusi dan fantasi selama itu mengamankan kita dari bicara kejujuran yang bisa membuat kita merasa kotor atau semata kita malas menanggung akibat buruk yang panjang dari kejujuran kita hingga kita memilih kebohongan yang mudah. Kita tak mau melihat orang menangis atau terpukul, kita tak mau bertanggung jawab atas pilihan kita atas mereka. Mereka juga tak ingin disakiti, demikian argumen untuk pembenaran diri kita menyembunyikan kejujuran itu. Atau bisa juga kita masih punya agenda. Jika kita baik baik memelihara perasaan orang yang tak terlalu berarti ini siapa tahu dia akan masih ada ketika kita membutuhkannya lagi kelak.
Saya memilih kejujuran pada menu pagi itu, walau tidak ada kejujuran ditawarkan. Kejujuran itu bisa saja bilang saya membuat orang yang saya cintai muak. Tetapi kemuakan lebih murah hati dari fantasi asing yang dibangun atas comberan. Kami tak perlu diselamatkan dari sakit hati dengan fantasi. Karena kami sama manusia. Saya tidak lebih tinggi sehingga saya melindungi atau memilihkan yang terbaik, saya juga tidak lebih rendah sehingga dilindungi dengan fantasi asing dan disterilkan dari horor diri sendiri. Demikian pula saya mungkin hanya akan menciptakan delusi di benak orang untuk niat mencelakakan, bukan untuk melindungi karena saya tidak hendak mengasihani juga merendahkan. Saya juga akan menyampaikan kejujuran yang buruk kami sama layak menerima kejujuran. yang baik ataupun yang buruk. Sakit atau tidak sakit tak pernah jadi masalahnya. Kejujuran melempar kita ke kesadaran-kesadaran lapis termutakhir dan mengubah jalan. Apalagi yang paling menyakitkan. Sebuah maaf baru sempurna jika kita tahu hal terngeri apa yang kita terima dalam nama maaf itu. Maaf untuk diri sendiri.
Comments