atap, badai dan marguerite duras
ada bidang kosong yang luas yang tak terusik deru pompa, atau bunyi kereta lewat yang mengarsir kesenyapan kelam dan lanskap malam dari badai yang tertahan. di ramalan cuaca ada badai. namun tadi hanya angin angin tak beraturan yang lemah di atapku. barangkali ramalan badai itu memicu tubuhku memimik badai tertahan untuk memberi artikulasi bagi sejenis gelora kacau ke dalam memoriku. supaya nanti aku yang kelak bisa mendatanginya lagi dan meretas apakah itu yang kunamai badai dalam folder ingatanku di suatu waktu. aku menghias foldernya dengan menambahkan ornamen kata kunci, "marguerite Duras". alasannya karena aku mengingat lanskap dan tempo moderato cantabile di atap atap tadi. lengkap dengan arsir deburan bunyinya. bunyi kereta mengganti bunyi kapal lewat di jendela. walau aku yang lain mencemooh ornamen ini terlalu genit, berbelit dan sok puitik untuk semata catatan kegelisahan yang lama tidak lagi kukunjungi untuk di catatkan. Marguerite Duras itu keren, sementara aku cuma berkhayal dan mengait-ngaitkan Duras untuk memanjakan diri dalam keindahan kegelisahan. kesedihan itu kemewahan kadang kita memilihnya untuk kenikmatan pribadi atau alasan yang lebih payah lagi, demi inspirasi. ya kesedihan itu kemewahan. karena aku memilih untuk menjadi sosoknya, kesedihan yang berjalan-jalan, merokok di atap lanskap malam, menghirup badai yang tertahan, tergilas oleh bunyi kereta dan merasa nyeri oleh secuil saja gerak gesekan dengan malam, kepak kelelawar dan gesek angin di kabel-kabel listrik. mengamati kegelapan dari kegelapan yang sejujurnya semuanya tak kurang dari keindahan. Dan semuanya itu kunikmati. lalu apa jadinya segala yang bernama kesedihan ketika aku barangkali hanya terlalu manja untuk mengakui bahwa aku bahagia menikmati keindahan dalam rasa sakitnya.