in a lap of luxury, a luxury of grief

a home in the luxury of grief. a warm resting place for broken creatures,
creatures like you, human and i, a creature in the absence of you, and what seems left in your void is anguish. an idyllic anger as all i was. Worse than sadness yet stangely suits better.
but the truth is, who were falsely at peace is locked between myself and i, danggling in a fine thread of hope. nay, a graveless hope. crawling, flying, dusting over this shiny overrated thingy called life


.....

sebuah pesan membanjirkan debar silam. sebuah hadir lalu selautan sepi yang gamang. kesempatan bertemu yang terlalu mahal lalu kulewatkan, ilusi tentang ruang-ruang tunggu yang semakin nyaman. bunyi detik waktu di dinding yang memabukkan.
ruang tunggu yang kuperdebatkan, ruang tunggu yang mungkin hanya harap-harap kosong dari kata-kata yang telah pergi jauh hingga sesuatu bernama kejauhan hilang tertelan. konspirasi kosmik yang keji dalam serentangan waktu yang belum bergegas usai, menggali paksa kekosongan senyap yang lebih mirip sebuah ketidakberdayaan. keluhan manja berkepanjangan, kepentingan hidup yang dilebih-lebihkan, lalu simpul amarah lagi. amarah atas lemah. lalu pendamaian. keniscayaan mekanisme perlindungan. kenaifan yang sepeti kutukan.

Lalu sertamerta sebuah jeda sebelum gapaian. kadang sejenak kadang berkepanjangan. lalu gapai untuk imbang itu datang bertubi-tubi. Gapai yang seperti kecemasan yang mencari kelegaan atau pertolongan kepada kamar-kamar yang tenang di masa silam atau semata seseorang yang lain, awalnya seperti kenangan, gambar seyuman, wajah yang masih karib, seperti sedak hangat yang lalu leleh mencekam. gapai jemari ke pesan-pesan singkat yang sering tak pernah dikirimkan. karena pesan-pesan itu hanya gapaian. kadang sebuah ketuk di pintu, kadang jeritan yang terbungkus sebuah ketikan.."hi" atau ":)", kadang bermacam gamang yang hanya disederhanakan dalam sebutan rindu, kadang gejolak hingar bingar yang begitu cemas menjadi picisan hingga ia tak pernah dikirimkan atau dibicarakan. kadang terkirim dan tak bersambut kadang tak terkirim karena ketakutan akan gapaian yang tak bersambut lebih memerihkan daripada akar gapaian itu sendiri.
tapi aku tak berdaya tak menuliskan gapai-gapai itu, di-permisi-kan pada tiap jendela taxi dan kendara-kendara malam yang panjang, di setiap keterdiaman, di setiap bantal dalam remang sebelum lelap lepas berlayar, pada langit di atap-atap kota dan balet layang-layang. bukan dengan kode sandi, bahasa rahasia yang akan dipecahkan ketika ditemukan. gapai-gapai itu debu. lenyap tersesat sehabis penebangan emosi yang terasa megah terartikulasi.


3/26/07

Comments