halte

sekonyong orang di sisiku itu asing
kelam jalanan malam pecah
mengeping di rongga antara perut dan dada
dingin bukan seperti beku namun seperti hembusan
kulitnya bernafas digandeng tangan kami
dan dengus nafasku terengah dikejar malam
menyamakan langkah ke halte karat
di peranginan bulan renggang panggulku terasa sungsang

boleh kuminta sebatang rokokmu?
orang asing itu meminjamkan pantik api
dan sejulur paru-paruku yang berasap
kuhirup dalam-dalam jejaknya
dalam rongga dada yang perih karena dingin yang bukan malam

berusaha lupakan keterasingan
karena aku yakin kami karib sebelum malam ini memecah lantak
sebelum aku membeku hembus gigil di halte berkarat
sepanjang hidup asing tempat sekali waktu aku mengenal dia.