langit dari jendelaku tak lagi jernih. padahal bintang itu semakin
membengkak terik di hitam malam dan aku ingin sekali melihatnya.
aku ingin sekali melihat bintang itu jelas tanpa kabut atau polusi cahaya kota. dengan hadirmu atau tanpa hadirmu. sesungguhnya itu jadi pilihanmu. Karena akan
sama indah bagiku.

tanpa hadirmu, aku dan aku akan miliki langit seorang diri. Bersandar di istana sepiku yang manis melafalkan lelehan puisi dari setiap satu persatu pendar
temaram di atap malam.
Di hadirmu aku akan berbagi bicara, barangkali meremas jemarimu sambil
tengadah, menutur fiksi kita sendiri atau kita bangun narasi yang lain sama sekali dengan bergantian saling menimpali untai-untai alur kisahnya, tentang sebuah bintang yang datang mampir ke bumi beberapa malam lalu berkelana lagi jauh dalam setapak yang melingkar dikemudikan waktu
untuk kembali lagi ketika kita tak mengingat ingatan.

Bintang itu pernah sekali lambaikan jubahnya merah di hari lahirku, dan ia tahu aku mencarinya, ia menungguiku di dermaga orbitnya.
Karenanya aku pasti datang melihatnya lagi sebelum pelayarannya lepas
labuhan dan aku harus menunggunya tiba lagi sampai habis umurku. aku pasti
datang. Tengadah di suatu langit bersih tanpa kabut atau polusi cahaya.
denganmu atau tanpamu.