rambut
Setiap helai rambut hitamku menyimpan ingatan cadangan akan perjalanan. Rambut-rambut yang berjuntaian, sembul dan bertumbuhan dari kepala. Kepala tempat benak dan segala poros hidupku berpusar menitip ribuan kenang dan serpih catatan pada setiap mili yang memanjang. Setiap helai yang rontok membawa kata-kata kunci, juga halus anak-anak rambutnya tumbuh menyimpan hal yang sama. Sanggup membuka ingatan segala dari hal yg sekecil saja.
Karenanya ketika ketidak seimbangan dan kekacauan mencuri hadir atau menjajah perjalanan, aku selalu hendak memotong rambutku. Membuang memori cadanganku akan sesuatu yang barusaja berlalu atau pun masih berlangsung pekat di kepala. Sesuatu yang tak ingin kuingat lama atau sesuatu yang ingin kuingat dengan cara yang berbeda. Barangkali rambutku lebih tahu apa yang mereka simpan yang hendak aku singkirkan. Barangkali terpotongnya rambut semata seakan meringankan aku.
Beberapa helai rambutku gugur. Seperti kenang-kenang yang jatuh hilang tak ketahuan karena tak ada gores yang membuatnya terus ada. Hanya hal yang baik berkepanjangan membusuk menjadi hal yang biasa, justru membuat lena lalu membuat lupa akan detil perdetik perjalanan. Seperti melamun di taman atau sebuah jendela. Setelah beberapa waktu Kita tak lagi ingat keindahan sampai ada duri atau tampias hujan membuyar lamun dengan gigil nyeri. Mengembalikan kita pada nyata: terjaga di suatu ketika. Terbangun di suatu ingat, lalu kita mencatatnya.
Tetapi ketika segala kembali genap dalam baik-baik saja kita kembali lupa.
Kita baru mengingat dengan tajam ketika kesedihan hadir disana. Mencarutkan sesuatu untuk diperihkan, untuk diluapi darah, untuk diingat..
Ingatanku tajam, ataukah goresan ingatan itulah yang dalam. Nyeri tak kenal ampun. Bersikeras hadir sepanjang jalan.
Paling tidak ada dua hal yang tak mampu disingkirkan oleh kenangan. Cinta dan kesedihan. Aku telah terlebih dulu mencintai kesedihan sebelum cinta mendatangkan sedih padaku. Kemudian lebih dari segalanya, cinta adalah hal tersedih ketika ia pergi. Sedih sejak memahami keniscayaan anjaknya kepada pergi jauh sebelum kepergian itu terjadi. Aku tidak terlalu mengerti mengapa mencintai membuatku sangat sedih. Walaupun cinta tidak menolak kesedihan atau bertolak belakang dari kesedihan
Keduanya sama lahir dari gamang keindahan yang tak tertahankan, mungkin karenanya aku tak bisa lupa
Sudah lama aku tak memotong rambutku. Barangkali hampir 600 hari. Bukan karena aku tak lagi mengalami tindas ketidakseimbangan di perjalananku. Tetapi seiring dengan juntai rerambut yang kian panjang dan legam oleh segala ingat, layaran benakpun mendermaga. Hal yang buruk itu baik, Cinta itu baik demikian pula kesedihan. Segala yang baik-baik akan membusuk kepada biasa. Pada akhirnya semua rambut akan gugur dan tak ada lagi yang tinggal dikenang. Selain yang dibawa oleh serpih gugur rambutku dan yang bukan lagi aku.
Karenanya ketika ketidak seimbangan dan kekacauan mencuri hadir atau menjajah perjalanan, aku selalu hendak memotong rambutku. Membuang memori cadanganku akan sesuatu yang barusaja berlalu atau pun masih berlangsung pekat di kepala. Sesuatu yang tak ingin kuingat lama atau sesuatu yang ingin kuingat dengan cara yang berbeda. Barangkali rambutku lebih tahu apa yang mereka simpan yang hendak aku singkirkan. Barangkali terpotongnya rambut semata seakan meringankan aku.
Beberapa helai rambutku gugur. Seperti kenang-kenang yang jatuh hilang tak ketahuan karena tak ada gores yang membuatnya terus ada. Hanya hal yang baik berkepanjangan membusuk menjadi hal yang biasa, justru membuat lena lalu membuat lupa akan detil perdetik perjalanan. Seperti melamun di taman atau sebuah jendela. Setelah beberapa waktu Kita tak lagi ingat keindahan sampai ada duri atau tampias hujan membuyar lamun dengan gigil nyeri. Mengembalikan kita pada nyata: terjaga di suatu ketika. Terbangun di suatu ingat, lalu kita mencatatnya.
Tetapi ketika segala kembali genap dalam baik-baik saja kita kembali lupa.
Kita baru mengingat dengan tajam ketika kesedihan hadir disana. Mencarutkan sesuatu untuk diperihkan, untuk diluapi darah, untuk diingat..
Ingatanku tajam, ataukah goresan ingatan itulah yang dalam. Nyeri tak kenal ampun. Bersikeras hadir sepanjang jalan.
Paling tidak ada dua hal yang tak mampu disingkirkan oleh kenangan. Cinta dan kesedihan. Aku telah terlebih dulu mencintai kesedihan sebelum cinta mendatangkan sedih padaku. Kemudian lebih dari segalanya, cinta adalah hal tersedih ketika ia pergi. Sedih sejak memahami keniscayaan anjaknya kepada pergi jauh sebelum kepergian itu terjadi. Aku tidak terlalu mengerti mengapa mencintai membuatku sangat sedih. Walaupun cinta tidak menolak kesedihan atau bertolak belakang dari kesedihan
Keduanya sama lahir dari gamang keindahan yang tak tertahankan, mungkin karenanya aku tak bisa lupa
Sudah lama aku tak memotong rambutku. Barangkali hampir 600 hari. Bukan karena aku tak lagi mengalami tindas ketidakseimbangan di perjalananku. Tetapi seiring dengan juntai rerambut yang kian panjang dan legam oleh segala ingat, layaran benakpun mendermaga. Hal yang buruk itu baik, Cinta itu baik demikian pula kesedihan. Segala yang baik-baik akan membusuk kepada biasa. Pada akhirnya semua rambut akan gugur dan tak ada lagi yang tinggal dikenang. Selain yang dibawa oleh serpih gugur rambutku dan yang bukan lagi aku.