kisah sebuah lereng
:TSP
Di lereng hatiku, masih lelaki tembaga itu membara di tungku, berpijar diam di geliat anginku, mengiring setia anjak kelana yang lepas. Bukan hendak campakkan bara, namun menunggu teduh mendingin di lereng. Menyusut dari muai golak menyerpih cahaya.
Lelaki tembaga yang termemar ketika tempanya dalam bara tak merata. dan Sesaat air peredam bara yang seputih susu itu seakan tandas dari tempayan segala.
lereng bersilih hembus, mengulang pagi, siang dan malam, berjangkit sampar, dan longsoran sepi
air yang putih susu itu tak tandas atau lenyap, ia apung terbang seputih awan-awan masih menyimpan teduhan di pelosok lereng yang beterjalan.
Ada bukan karena apapun selain dirinya. Demikian pula dirimu, lelaki tembaga yang dimemar ketika berpijar. Ada dalam padam, dingin atau membara. karena dirimu tembaga dan bukan tembikar.
Di lereng hatiku, masih lelaki tembaga itu membara di tungku, berpijar diam di geliat anginku, mengiring setia anjak kelana yang lepas. Bukan hendak campakkan bara, namun menunggu teduh mendingin di lereng. Menyusut dari muai golak menyerpih cahaya.
Lelaki tembaga yang termemar ketika tempanya dalam bara tak merata. dan Sesaat air peredam bara yang seputih susu itu seakan tandas dari tempayan segala.
lereng bersilih hembus, mengulang pagi, siang dan malam, berjangkit sampar, dan longsoran sepi
air yang putih susu itu tak tandas atau lenyap, ia apung terbang seputih awan-awan masih menyimpan teduhan di pelosok lereng yang beterjalan.
Ada bukan karena apapun selain dirinya. Demikian pula dirimu, lelaki tembaga yang dimemar ketika berpijar. Ada dalam padam, dingin atau membara. karena dirimu tembaga dan bukan tembikar.