dampar teluk hitam

layar malam kosong legam. terdampar di ujung dunia aku dan ombang pasang yang berdebar.
begitu kecil langkah dan seoknya tersenggal, oleh cakapan debur yang menguraii perjalanan.
layar malam kosong legam, langit dan air lebur dalam hitam.
sekujur memar kapal dan udara asin menggelepar
terdampar di ujung dunia memunguti serpih nama dan mengingat ingat Ketika masih ada hidup punya nama atau dinamai. mengingat lingkar demi lingkar purnama yang lenyap di layar malam. disini tiada lagi bulan.Bulan bulan habis tandas di tetebingan karang dan ombak mengental hitam.

layar malam kosong legam. hari kemarin ada perayaan. Semacam muara arus liar hingar harapan. Alir kesadaran deras yang menyalakan jutaan nyala harapan.
harapan seperti percik bintang atau semata kelipnya. kelip bergementingan di legam malam.
layar malam kosong legam, tak satupun bintang. harapan tak menyala namun melenguh di dedeburan ombak yang menelan sedu kecil kecil yang tak berarti. nyala seperti bintang itu telah mencandu. Perayaan yang membuatku bahagia ketika kanak kanak berlalu seperti waktu yang menerabas tajam thingga darah tumpah tanpa desiran rasa. hilang makna, tak terasa. waktu dan jam memijar mencabik.

di tetebingan tajam harapan yang menggantung di langit megah direndam lenguh dedeburan pasang. membuih putih di tepian hitam.
di tetebingan aus, layar malam kosong legam.tak ada cahaya atau lelampuan dan keteraturan cahaya. hanya pantik api gelisah yang meliuk ronta menjaga nyawa.
tinggal aku gemetaran dalam cantiknya. indah tak terperi yang lepuhkan dada.

lantai kayu sarat berpasir di telapak telapak. kegelapan dan dedesauan.
berkilo meter dari listrik kota dan peradaban, di karang dan pasir tempat ombak berdeburan
gamamg antara keindahan dan pagu kehampaan.
hatiku hendak berada bermil mil dari sini ke rumah dimana seorang tak bertanya kapankah akan pulang.
ke rumah yang tak menghendaki cengkeram kerinduan atau debar berkepanjangan.
aku datang ke ujung dunia menyeberangi diri dari satu satunya tempat yang aku paling ingin berada.

layar langit kosong legam, tuturkan tentang bintang yang selalu membakar diri hingga hangus padam supaya tak lagi jauh diatas awan, namun terjatuh untuk berjalan di daratan-daratan barangkali juga hitam lautan. namun ada kala nyalaku menuju kehangusan begitu mencemaskan
karenanya aku menyingkir ke kegelapan. bangsal para bintang yang telah padam

di ujung dunia aku hendak menyingkir dari dedeburanku untukmu. namun kamu masih saja kutemui menyapa di setiap dedeburan ombak, menyemai asin diantara hembus angin. membeku di kekelaman legam langit yang kosong. menempel di telapak seperti garam-garam kuarsa di atas lantai kayu itu. dan mengerjap di kegelapan buta bersama setiap pantik api yang terangi langkahku agar tak terantuk.

di kasur lembab dan pasir dan kucing-kucing yang merebut tempatku berbaring adalah gamang absennya sisi bahumu. di perahu perahu mimpiku malam, berangkat seperti kereta-kereta menikam kegelapan dengan logamlogam dingin menggeram dan menangis merebut suatu tujuan. aku seorang penumpang.

kelinting bambu, bale bale, krei di angin deras. tidur di bawah tempias.
senandung rumbia,ombak yang mengaum di dini hari

di ujung dunia, layar langit kosong legam, menanti terang bergulir dari benamnya yang seakan abadi didentumnya yang paling sunyi aku berhenti berkejar dengan waktu dan hidup, hanya melipat lelap ke dalam sumbu setia yang menari diantara kelambu yang samar dalam gelap seperti sarang laba-laba. memelukku padat lelap ke ujung kelelahan. dan baringan di sulam benang hitam perjalanan dan dedeburan. berlayar ke kepekatan. di ujung dunia, layar langit kosong legam. barangkali aku tengah pulang.


26 Desember 2003