Ruang tunggu

sekat mengurai kalimat lembab,
teredam nyenyak atas muai permukaannya sehabis terik.
terik yang silau dalam genap pejam kita
butakan nanar tidur yang awang sejenak saja.
buat ku gelagap berurusan dengan hari, berhadapan dengan sendiri.

namun bolehkah aku cemburu dan menolak sesuatu?
ranum menunggu, tak pernah inginkan terlambat menanti di hulu
karena aku tidak menunggui sebuah cacad yang lelah ketika genapnya surut
ke ruang kala yang lagi-lagi terlanjur: terlambat.
kelak itu aku pasti bergerak dari tunggu abadi kepada anjak
walau setelahnya aku akan meneruskan perjalanan menunggu itu

lungrahi bangku-bangku hari
terpekur di terminal sepi.
lalu lalang simpang di jagadku berdiri
selagi tunggu bersilih labuh mengaisi diri.