ARWAH PUISI*
in memoriam kan kata
nisan jalan perjalanan
selagi candu rasa mengepul ngepul beringas
in memoriamkan kematian
ia manis sekali dalam ovasi kenang
menyibak tirai panggung saat datang di setiap ketika
disorot cahaya kata henti dan terbuka siklus gerbang penanda
dibuka kunci satu persatu
obituari, requiem, rumah semayam puisi
maut tak berpita hitam
tersenyum sayang di mangkukmu
melimpah seperti jagung letup yang asin manis
menanti giliran terkunyah satu persatu
mati ketika lupa
mati setiap terjaga
mati ketika tak percaya
mati ketika kehilangan cinta
ketika ambigu
ketika menunggu
ini ruang peti mati menanti lengkap seikat puisi
disemat secarik malam "in memoriam.."
sembilan belas sekian sekian hingga duaribu sekian
mati merasa tua
juga mati dalam buai mumpung muda
mati mengelupasi umbi lapis raga raga
dan mati merekahi intisari sadar terjaga
manafsir senja jiwa yang tak punya usia
berapa kali ia mati dalam hitungannya?
mendadak rindui stasis beku
diantara kuntum kuntum nyawa kelopak aksara
puisi mati pun tak pernah tak padam sukarela
tutuplah peti
jangan ketuk ketuk lagi
arwah puisimu sudah diterima
ia masuk ke surga
19 Februari 2003
*bagian dari kolaborasi "sudah kau terima puisiku?" Tulus Widjanarko, TSpinang, Ben Abel, Cecil Mariani. diambil dari http://www.geocities.com/idaman_andarmosoko/kola/zjskp_toc.htm
nisan jalan perjalanan
selagi candu rasa mengepul ngepul beringas
in memoriamkan kematian
ia manis sekali dalam ovasi kenang
menyibak tirai panggung saat datang di setiap ketika
disorot cahaya kata henti dan terbuka siklus gerbang penanda
dibuka kunci satu persatu
obituari, requiem, rumah semayam puisi
maut tak berpita hitam
tersenyum sayang di mangkukmu
melimpah seperti jagung letup yang asin manis
menanti giliran terkunyah satu persatu
mati ketika lupa
mati setiap terjaga
mati ketika tak percaya
mati ketika kehilangan cinta
ketika ambigu
ketika menunggu
ini ruang peti mati menanti lengkap seikat puisi
disemat secarik malam "in memoriam.."
sembilan belas sekian sekian hingga duaribu sekian
mati merasa tua
juga mati dalam buai mumpung muda
mati mengelupasi umbi lapis raga raga
dan mati merekahi intisari sadar terjaga
manafsir senja jiwa yang tak punya usia
berapa kali ia mati dalam hitungannya?
mendadak rindui stasis beku
diantara kuntum kuntum nyawa kelopak aksara
puisi mati pun tak pernah tak padam sukarela
tutuplah peti
jangan ketuk ketuk lagi
arwah puisimu sudah diterima
ia masuk ke surga
19 Februari 2003
*bagian dari kolaborasi "sudah kau terima puisiku?" Tulus Widjanarko, TSpinang, Ben Abel, Cecil Mariani. diambil dari http://www.geocities.com/idaman_andarmosoko/kola/zjskp_toc.htm