bayang wajah di kaca etalase
melihat wajah ibuku
di bayang kaca etalase kaki lima
berdegub rindu pada kenang kenang yang tiada
ku kejar langkahnya yang tak berlari namun tak menunggui
entah dengan apa kita akan bicara nanti
pada jarak diantara pantul genang air kemarin yang telah mengering
sekejap resap ke lobang lobang drainase hati,
hantu peluk cium tiba tiba menghujani
melihat garis wajahmu, ibu
runtuh lututku mengeruk bertumpuk aksara yang tersimpan mati
tak pernah terkirim dalam sampul wangi
tak pernah tertulis di kelebat bincang yang masih terkenangi
melihat bayang di kaca etalase kaki lima
jantungku yang henti perlahan berdenyut lagi
kecewa bukan tak temukan dirimu
tetapi hanya bayangku sendiri yang berjalan pergi
Jakarta, 26 April 2003
melihat wajah ibuku
di bayang kaca etalase kaki lima
berdegub rindu pada kenang kenang yang tiada
ku kejar langkahnya yang tak berlari namun tak menunggui
entah dengan apa kita akan bicara nanti
pada jarak diantara pantul genang air kemarin yang telah mengering
sekejap resap ke lobang lobang drainase hati,
hantu peluk cium tiba tiba menghujani
melihat garis wajahmu, ibu
runtuh lututku mengeruk bertumpuk aksara yang tersimpan mati
tak pernah terkirim dalam sampul wangi
tak pernah tertulis di kelebat bincang yang masih terkenangi
melihat bayang di kaca etalase kaki lima
jantungku yang henti perlahan berdenyut lagi
kecewa bukan tak temukan dirimu
tetapi hanya bayangku sendiri yang berjalan pergi
Jakarta, 26 April 2003