Kulminasi Jumpa
1.48
tenggelam dalam usikan hari yang membelai sayang dalam kejutan kejutan sederhananya
bincang cerah itu
menyisakan senyum yang sulit terluruh dalam baring condong matahari yang menurun letih.
rindu belumlah layak tuk datang , namun ia menyelinap tanpa kenali dirinya.
rindu yang tertidur lelap di hati dan enggan terjaga dalam tak pulas mimpinya
enggan hampiri secuil hidup yang temukan jelmanya di tengah lagu siang hari.
hanya sesaat, uap hangat kelegaan yang mengepul itu lenyap
dan kita kembali sama seperti dulu
bercakap hening, mencandai imajinasi yang nyata sesaat
sebelum sekejap meleleh lagi melembabkan sanubari
selamatkan resah dari terik kehampaan.
walau sesaat di percikan kolam yang bersandar
di keteduhan sunyi dibalik kata dan wicara
penanda hari sekonyong meninggalkan etsa
dan tertegun aku dalam maknanya
merampas perhatian yang tak pernah terlintas
akupun tersedak kepergiannya dalam sepi yang menetes manis..
19 Agustus 2002
2.30
lanskap itu, indahnya rasi bintang yang bercahaya
saat para pengkhayal beranjak liburan ke sudut sudut langitnya tersendiri
mengecup pipi langit yang raksasa dalam lembutnya
pemandangan malam belum pernah sedemikian rapuhnya
merapat kan biduk biduk impian hidup di dermaga nalar
mendeburkan milyaran pasir kerinduan
menitikkan air mata karena keindahan
tak terperi di komposisi hujan dini hari
merembes manis.
19 agustus 2002 3:05
tidak kah letih jantung ku berlari dalam lampias gejolaknya?
tidakkah layu detak detaknya konstan menggebu
serpih itu berlalu seperti hempasan deru kereta melaju yang bergerak menjauh
tersamar jadi lagi kicau burung dan desis awan
seperti impian memeluk kenyataan dalam sempurna ironi
menyala berpecah pendar seperti kembang api berserakan di awang awang
dalam benakku tersisa bayang sekilas denting gelas kita yang berwarna
berbuah buah ruah dalam gemuruh yang terasa begitu karib dalam keterasingannya yang indah
siapakah kamu orang asingku yang mengetuk tanpa sengaja
dan aku terlanjur membuka gerbang gerbang kedap
untuk bernafas lega dijajah musik musik udara ceria yang menyapa dengan selusup rasa aneh
di hati yang tak henti tersipu
tak tahu hendak tersenyum, termangu, terkunci diam
hanya keberlaluan siang menghenyakkan lamun
dari langit benak, ke wujud yang sesaat meleleh lenyap lagi
mengecup selamat tinggal dengan manis.
4:01
warnamu adalah warna gemeresak daun yang menghampiri ku
bukan dengan hembus angin menari namun dengan bayang bayangnya kelabu yang menyusupi jendela jendela
dalam keriap bisu di alun rimbunnya nuansa gerah bersisa
warnamu adalah kroma tipis cat air yang mengusap langit di dalamku
jauh jauh dari teriknya yang meronakan wajahku
sebelum sergap lonjak rindu itu mewarnainya buru buru
dan setiap butir debu yang berdesir di udara gelisah
mengantarmu pulang dari semu ku
bukannya pulang padaku
kembali seperti dulu dalam gamang atap dinginmu dan naungan tropisku
berpangku angan.
bersisa kenang sekejap yang sepertinya tak akan mengenal sesal
1.48
tenggelam dalam usikan hari yang membelai sayang dalam kejutan kejutan sederhananya
bincang cerah itu
menyisakan senyum yang sulit terluruh dalam baring condong matahari yang menurun letih.
rindu belumlah layak tuk datang , namun ia menyelinap tanpa kenali dirinya.
rindu yang tertidur lelap di hati dan enggan terjaga dalam tak pulas mimpinya
enggan hampiri secuil hidup yang temukan jelmanya di tengah lagu siang hari.
hanya sesaat, uap hangat kelegaan yang mengepul itu lenyap
dan kita kembali sama seperti dulu
bercakap hening, mencandai imajinasi yang nyata sesaat
sebelum sekejap meleleh lagi melembabkan sanubari
selamatkan resah dari terik kehampaan.
walau sesaat di percikan kolam yang bersandar
di keteduhan sunyi dibalik kata dan wicara
penanda hari sekonyong meninggalkan etsa
dan tertegun aku dalam maknanya
merampas perhatian yang tak pernah terlintas
akupun tersedak kepergiannya dalam sepi yang menetes manis..
19 Agustus 2002
2.30
lanskap itu, indahnya rasi bintang yang bercahaya
saat para pengkhayal beranjak liburan ke sudut sudut langitnya tersendiri
mengecup pipi langit yang raksasa dalam lembutnya
pemandangan malam belum pernah sedemikian rapuhnya
merapat kan biduk biduk impian hidup di dermaga nalar
mendeburkan milyaran pasir kerinduan
menitikkan air mata karena keindahan
tak terperi di komposisi hujan dini hari
merembes manis.
19 agustus 2002 3:05
tidak kah letih jantung ku berlari dalam lampias gejolaknya?
tidakkah layu detak detaknya konstan menggebu
serpih itu berlalu seperti hempasan deru kereta melaju yang bergerak menjauh
tersamar jadi lagi kicau burung dan desis awan
seperti impian memeluk kenyataan dalam sempurna ironi
menyala berpecah pendar seperti kembang api berserakan di awang awang
dalam benakku tersisa bayang sekilas denting gelas kita yang berwarna
berbuah buah ruah dalam gemuruh yang terasa begitu karib dalam keterasingannya yang indah
siapakah kamu orang asingku yang mengetuk tanpa sengaja
dan aku terlanjur membuka gerbang gerbang kedap
untuk bernafas lega dijajah musik musik udara ceria yang menyapa dengan selusup rasa aneh
di hati yang tak henti tersipu
tak tahu hendak tersenyum, termangu, terkunci diam
hanya keberlaluan siang menghenyakkan lamun
dari langit benak, ke wujud yang sesaat meleleh lenyap lagi
mengecup selamat tinggal dengan manis.
4:01
warnamu adalah warna gemeresak daun yang menghampiri ku
bukan dengan hembus angin menari namun dengan bayang bayangnya kelabu yang menyusupi jendela jendela
dalam keriap bisu di alun rimbunnya nuansa gerah bersisa
warnamu adalah kroma tipis cat air yang mengusap langit di dalamku
jauh jauh dari teriknya yang meronakan wajahku
sebelum sergap lonjak rindu itu mewarnainya buru buru
dan setiap butir debu yang berdesir di udara gelisah
mengantarmu pulang dari semu ku
bukannya pulang padaku
kembali seperti dulu dalam gamang atap dinginmu dan naungan tropisku
berpangku angan.
bersisa kenang sekejap yang sepertinya tak akan mengenal sesal