memoar ikan sebelah

Kata kunci ingatan suatu oktober akan tereja seperti bunyi kata "hangat". hawa kulit yang seperti uap secangkir teh, hawa yang bangkit dari alir darah yang bergegas, Wangi ikan sebelah yang baru keluar dari panggangan dan bibir-bibir yang lepuh oleh hidangan ciuman penutupnya.

Kata kunci yang tereja seperti bunyi kata "hangat" untuk catatan yang terbungkus cerita porak poranda. Begitu runyam berkelindan hingga terlalu banyak rahasia memekak. tak terlalu banyak barangkali, tetapi cukup.

bunyi kata serupa "hangat" itu pertama hadir di pesan pendek, kemudian di suatu siang ada pada langkah-langkah. Berdebar asing-rindu seperti kampung halaman yang pangling pada bocahnya sejak tak pernah lagi pulang. aku bukan halaman tempat pulang.

Aku tak pernah ingin menuliskan cerita yang demikian porak poranda. rindu yang penuh curiga. Padaku dariku yang sibuk menamai, menghapus lalu menamai lagi berkontainer-kontainer debar serupa dendam yang labuh pada air pasang. Seolah tengah datang bulan. Dikirim dari alamat tak dikenal yang dieja dengan kata sama: "hangat"

Oktober dan langit mengekang debar dari cerita yang berlelehan. mungkin ditahan. mungkin ditawan. Namun hujan yang ditahan berminggu pun akhirnya turun. Deras hangat setergesa segala cemas yang berlomba untuk mewujud dalam runtuhan dan kelak diingat ringkas dengan label "kebodohan orang dewasa".

Gamang atau sesal atau kecewa itu biasa. Tawa hati terbuka berbuah untaian "kenapa" lah yang porak poranda. Seperti maaf yang tak jelas untuk siapa. Seperti cerita. Runyam berkelindan dalam haus dituliskan yang tidak kesampaian atau "hangat" yang ada tanpa meniadakan segala yang bukan dirinya.

Comments

Anonymous said…
Tukeran link yuk, link balik ya, aku dah link blog ini
http://mozaaurora.blogspot.com
Anonymous said…
Tukeran link yuk, link balik ya, aku dah link blog ini
http://mozaaurora.blogspot.com