Lucida dan Capela

Aku. betina. tetapi itu bukan namaku. Karena namaku sendiri dihapuskan dariku, dari segala yang ada dalamku, berporos padaku dan yang kelak kembali padaku. Tak satupun mengenalku, tidak pula aku selain dari aku yang bicara kini.

Aku tidak mengenal cinta dan tidak pernah mencintai. Bukan karena aku gagah kuat dan dingin hingga ke intisari diriku. Bukan semata karena aku sebuah bintang biru kerdil yang maha padat dan maha terang itu atau semata karena aku manusia berkosmik yin, berporos negatif, berpusar besar hening dan pasif. Bukan karena di dalamku sesekali terbuka gerowong hitam yang menghisap ruang dan waktu atau semata lembab mengkista yang luncur disilih orbitkan uterus kembar pada panggulku.
Aku merahim dan menyusui, aku membuka dekap untuk rumah pulang bintang-bintang sebelum tewasnya padam. Aku menanggung beban pusar masif orbit-orbit beragam semesta sehari-hari. bintang, planet, satelit-satelitku, membran brokat nebulaku, Laki-laki, anak-anak, laki-laki, anak-anak,
laki-lakiku, anak-anakku..

Aku ibu segala mahluk. Segala mahluk yang hingga ketika dewasanya masih saja selalu berlomba-lomba untuk mengejar kembali pintu masuk rumah tempat mereka bermula. lembab hangatnya rahimku, tempat mereka tak pernah menangis dalam kedap cair wangi plasenta. rahimku hingga ke bibir-bibirnya yang memanjakan mereka dengan mimpi di kereta buaian bayi tentang hidup yang ditiadakan. Ruang genjur berdenyut yang konstan memproyeksi ilusi tentang alogaritma diri yang di-undo dengan tombol ctrl-Z pada kibor bentangan rusuk-rusuk dan denyut dadaku
Lembut dan kokohnya rahimku, shuttle ternyaman kehidupan untuk perjalanan dalam posisi fetal ke segala jelajah, ke waktu-waktu yang terpanjang hingga ke keabadian sekalipun. Kelahiran adalah perhentian, janin-janin kehamilan, perjalanan.

Aku adalah aku yang tak melakukan apapun demi apapun selain diriku. Demikian pula bukan seperti yang dipuja-pujikan manusia atas cinta yang dalam bahasanya telah meletakkan segala hidupku sebagai bakti, darma, abdi dan pemberontakan untuk makna sejati. Aku tak pernah mencintai. Walau aku melakukan semua yang dikenal bermuasal dari cinta. Aku hanya menjadi semua yang kulakukan tanpa setetespun dendam atas keniscayaan atau kesertamertaannya.
CInta, kosa kata yang terlalu sederhana dan yang tak relevan yang tak sanggup mengurai bentangan adaku genap dengan segala di suatu ruang dan waktu yang sesekali dijuduli kehidupan.

Waktu dan ruang, hidup dan cinta, mereka semua persis seperti diriku. Mereka adalah aku yang lain yang bukan aku, kembaranku tanpa seorangpun melahirkan kami. Kami tak pernah bersepakat untuk lebur dalam keserupaan karena demikianlah kami yang semata bukan keserupaan. Tak pernah terusik oleh apapun yang terjerat dalam roda-roda mesin perjalanan yang memutuskan keharusan. mereka semua adalah Ia. kembaranku, Capelaku

nov 2005

Comments