Seburai mimpi yang kehilangan dasar ketika terjatuh perlahan

sehelai bulu diantara bangunan pencakar.
Sesergap kenang tentang aku yang melayang layang,
bukan seperti elang ataupun anggun camar melainkan serak dedebuan,
seperti kertas berbaring tenang di kekosongan.

Seburai mimpi yang kehilangan dasar ketika terjatuh perlahan
Tiada peduli sasar hilang nyaris tanpa kesudahan
Bergerak lamat menuju karam bertengadah ke puncak puncak hidup yang
berulang,
pada simpul simpul mati menandai jejak yang ditinggalkan

Aku biji teratai..
Tergolek rindukan serbuk sari diantara kelopak mekar diatas arus

Sesergap kenang akan momentum yang terasa mampir kepagian, bahkan
sebelum aku melalui tuntas kereta kereta yang saling silang
berlintasan, beradu linier dengan selusup benak yang berhamburan dalam
sesaat jenak yang begitu kedap dilarak kesunyian

lihat, mereka pun melayang layang..
Tanpa sepotong pun sayap tanpa sepenggal pun layar

kenang yang berulang itu menikam
dan tikaman itu menetes perih
perih gamang karena selalu habis berlalu
berakhir dalam lekang merapuh…

aku layangan lepas
melayang gagah sebelum koyak oleh langit hujan dan tiang tiang

aku perahu kertas
Terapung sebelum perlahan mati tenggelam dirambat basah, tersobek cabik

Aku serangga warna
Membuat lagu dengan sayap sayap sebelum sehari tuntas di benang singkat
Atau lidah reptil kehijauan mengundangku jadi bagian tubuh mereka
seusai cerna
Dan lekang menguraiku jadi tanah

Aku tak pernah berjalan
Aku selalu melayang

Betapa indah kerapuhan
seindah lara..

Aku seekor ikan
melanglang jauh dari ingatan yang bisa terkenang
melupakan jazad sesosok manusia yang silam
terurai habis dalam retas kematian
bermorfosa di jantung jantung lautan

aku berenang,
diantara tiang tiang teratai di kolam
mencuri sinar yang bersijingkat menerobos ke dasar
bertemu ajal diantara lumur lumut santapan

aku berenang,
berenang di dekap samudera lepas
melahap serpih serpih tersisa sebuah perahu kertas
seperti melayang

aku berenang seperti mahluk mahluk air meluncur tenang
melayang layang di langit perairan
membangun jalan jalan yang berdialog dengan perjalanan
menanti pintu pintu menuju untai hidup terbuka sesekali
ketika mangsa, ketika celaka, ketika usia..

keindahan itu manis di lidah kehidupan
kehidupan anak anak cinta
dan cinta ibu yang menyusui kehidupan?

aku seorang bayi terjaga
berontak dalam wangi lendir rahim ibuku
menjerit ketika nafasku pertama kali
ketika sesaat hampa akan bahasa jadi kekang segala letup letup dalam dada
jatuh terlanjur menyerah pada nyawa..

Hidup adalah mati?
Mati, kelahiran kembali?

Lelah terbelah gugur awan awan
pecah mengenang kenang yang jauh
sebelum ada
sebelum satu hidup dimulai ke hidup lain

aku manusia terdiam
tersergap kenang akan tubuhku yang melayang layang
di apungan waktu tanpa tenggelam
hanyut dalam riak permukaan diam..

Sergap ruang ruang yang membungkus sadar dalam jerat lalu membebaskan
arah
Menyingkap jalan jalan rahasia menuju ruang senja yang seolah tak akan
terbenam
Ruang ruang itu masih perawan ketika aku mengapung apung datang
Menyapa ruang pajang kenang tempat bendung laut makna jernih menepi
Sementara aku bertemu aku dalam fasih melayang sepanjang lapis
berlapis waktu
Melayangi hidup demi hidup yang bertumpuk
Carut marutnya meninggalkan catatan, mungkin lukisan jiwa
Yang barangkali milikku

tersergap kenang akan tubuh yang melayang layang
di apungan waktu tanpa tenggelam..


2 maret 2003